🐕‍đŸŠș Kyai Ulin Nuha Arwani

Keduaputra Kiai Arwani sendiri, yakni KH Ulin Nuha dan KH Ulil Albab selain alim juga ahli Qur'an. Mereka hafal Al-Qur'an hingga masing-masing tuntas mengaji secara tatap muka (musyafahah) dengan tujuh macam bacaan imam (qira'at sab'ah) kepada ayahandanya sendiri. Merasa penasaran atas apa amalan yang dilakukan oleh Kiai Arwani Amin sehingga UlinNuha. Ringkasan Kitab Fikih Imam Syafi‟i. Yogyakarta: Mutiara Media, 2014. Utami Roesli. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, 2013. Weni Kristiyanasari, ASI. Menyusui dan Sadari. Cet-2. Yogyakarta: Nuha Medika, 2011. Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani. terjemahan Fat-hul Mu‟in. ulinnuha di 14.55 Tidak ada komentar: Label: private site. Beranda. Langganan: Postingan (Atom) Pengikut. Arsip Blog 2009 (1) Maret (1) private site; Mengenai Saya. ulin nuha Beliaumemiliki empat orang anak yaitu Ummi dan Zukhali Uliya (meninggal saat masih bayi) serta KH. M. A. Ulin Nuha Arwani dan KH. M. A. Ulil Albab Arwani. Mbah Arwani selalu disenangi para kyai dan teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena kesopanan dan kecerdasannya itu, KH. Hasyim Asy'ari sempat menawarinya akan GusBaha & KH. Ulin Nuha Arwani Kudus - 16 November 2019#GusBaha #KiaiUlin #NgajiBareng KyaiMansur yang nderekke beliau hendak menegur, mengingatkannya bahwa ada simbah Kyai di situ. Allahu yarham KH. Arwani dawuh, Ulin Nuha Karim. Hikmah Cerita. WALI TANPA ALAS KAKI. 10 Desember 2021. Ziyad Mubarok. Sholawat. FADHILAH SHOLAWAT (2) 29 Oktober 2021. Ziyad Mubarok. Sholawat. DariJepara seperti : Kyai Mahfudz dan Kyai Thosin. Kedua putra beliau pun, Ustadz Ulil Albab dan Ustadz Ulin Nuha mengkhatamkan ilmu al-Qur'an atas bimbingan KHM. Arwani. Hafidz bin hafidz. Selain fan dalam bidang ulumul Qur'an dan Tasawwuf, KHM. Arwani juga 'alim di bidang ilmu Kalam, Fiqh, Nahwu, Balaghah dan lain sebagainya. Semarang 04/01) - Pascasarjana UIN Walisongo Semarang hari ini menyelenggarakan Ujian Terbuka Promosi Doktor Promovendus Ulin Nuha, S. Pd. I, M. Pd. I., NIM:1400039051 dengan judul Disertasi "Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab Secara Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 di MAN 3 Sleman dengan Model Countanance Stake" bertempat di Ruang Promosi Doktor Lt. 3 Kampus 1 UIN Walisongo. Danhal ini yang dilakukan oleh Nawawi muda saat belajar kepada Kyai Arwani yang merupakan besan dari KH. Abdullah Salam, Kajen Pati (mertua KH. Ulin Nuha Arwani) dan KH. Sya'roni Ahmadi, Kudus (Mertua KH. Ulil Albab Arwani) tersebut. "Abah Ngaji kepada Mbah Arwani selepas beliau mengkhatamkan hafalan Al-Qur'an kepada KH. PW5d. MURIANEWS, Kudus – Kabar duka datang dari Kota Kretek. Istri dari KH Ulin Nuha Arwani yang juga pengasuh Ponpes Yanbu’ul Quran Kudus Bu Nyai Hj Ismah wafat, Jumat 18/9/2020 malam. Ketua Pimpinan Anak Cabang PAC Gerakan Pemuda GP Ansor Kota, Kudus M Fathul Munif membenarkan hal tersebut. Munif pun mendapat kabar jika Bu Nyai Ismah menghembuskan napas terakhir sekitar pukul WIB. “Benar mas, saya mendapat kabar tadi sekitar pukul setengah sembilan,” ucap dia via pesan singkat WhatsApp, Jumat malam. Untuk pemakaman sendiri, kata Munif, dia mendapat info jika akan dilangsungkan malam Ini. Atau tepatnya, sekitar pukul WIB. “Kalau untuk gerahnya sakitnya apa saya kurang tahu,” ujarnya. Pihaknya pun atas nama pribadi maupun atas nama PAC GP Ansor Kota mengucapkan berbela sungkawa sedalam-dalamnya atas berpulangnya Bu Nyai Ismah. “Beliau orang yang sangat baik,” jelasnya. Sementara itu, beredar pesan singkat dari pihak keluarga yang berisikan harapan untuk santri dan masyarakat agar tidak takziah ke rumah duka. Hal tersebut, dilakukan untuk menghormati protokoler kesehatan dari pemerintah. Reporter Anggara Jiwandhana Editor Ali Muntoha ï»żJika anda bertanya pesantren terdepan yang mencetak para penghafal Alqur’an dengan kualitas terbaik maka salah satu jawabannya adalah Pon-Pes Yanbu’ul Qur’an Kudus. Pesantren Alqur’an rintisan Kyai Agung Mbah Arwani Amin Said ini dikenal sebagai pesantren Alqur’an terbaik di Indonesia. Dan sekarang yang memimpin adalah beliau Si Mbah Kyai Ulin , putra pertama Mbah Arwani. Mbah Arwani yang merupakan Mursyid Tariqah Khalidiyyah yang mempunyai Khanaqah atau pondok Tareqah di Dusun Kwanaran ini pun menitiskan kekhilafahan tareqahnya kepada Mbah Ulin . Jadi sebagaimana abahnya, Kyai Ulin juga memimpin Pondok Takhfidh sekaligus menjadi Murabbiy Tariqh di Induk Kwanaran Kudus. Dikatakan induk, karena cabang-cabang pondok Tareqah Kwanaran sudah mencapai ratusan mungkin tersebar di sepanjang Pantura Jawa. Perawakan Mbah Ulin yang gagah, ganteng dan rapi selalu menyenangkan jika dipandang . Tetapi tutur kata halus beliau lebih menyenangkan lagi di dengarkan. Kepada siapapun beliau selalu memakai bahasa kromo inggil jawa halus . Bentuk penghormatan beliau kepada siapa saja tanpa memandang status serta umur bersangkutan. Begitulah salah satu bentuk ketawadhu’an. Beliau anak Kyai besar. Anak Waliyullah yang oleh Mbah Hamid Pasuruan di beri julukan Mbah Arwani Wali Kudus . Meskipun seorang anak tokoh besar, Mbah Ulin saat masih mondok di Pondok Asuhan Kyai Wali Muhammadun Pondowan Pati Jawa Tengah, beliau masak ya masak sendiri. Giliran menyapu halaman beliau yang menyapu sendiri. Paman penulis, Kyai Mansur yang kebetulan teman satu kamarnya sering kali saat melihat Gus Ulin begitu biasanya beliau dipanggil, bahkan sampai sekarang saat beliau sudah beranjak sepuh memegang sapu lidi, Kyai mansur mencoba memintanya ” Gus, biar saya saja yang menyapu untuk panjenengan.” Kata Paman Saya. Mbah Ulin selalu menolak dan dengan halus mengatakan terima kasih saja. Ketawadlu’an ini yang merupakan ciri khusus beliau. Hanya saja, karena beliau itu di takdirkan Allah menjadi seorang yang kaya raya. Punya mobil mewah serta pakaian beliau selalu tampak rapi dan wangi , kadang kala membuat orang salah menilai. Gus Lukman al-Hakim putra Kyai sepuh Jekulo Kudus pernah cerita. Salah seorang teman disaat melihat keadaan diri Mbah Ulin yang seperti itu dia berkata ” Kyai Tareqah koq kaya raya. Bajunya bagus-bagus dan mobilnya mewah . Tidak pantas ya ? Mestinya Kyai Tareqah itu harus khumul , tidak suka bermewah-mewah.” Nah, selang seminggunya teman itu sowan kepada Habib Anis bin Alawiy Al Habasyi Shohib Gurawan Solo. Gus Lukman memang mulazamah majlis Rauhah al Arif Billah Habib Anis. Pada kesempatan itu, saat temen itu baru saja duduk, tiba-tiba Habib datang menghampiri dia dan bertanya ” Antum dari mana ? ” Tanya Habib Anis. ” Dari Kudus, Habib ” Jawabnya. ” Alhamdulillah, Kudus itu ada seorang Kyai yang sebenar-benarnya Kyai. Namanya Kyai Ulin Nuha. Antum kalau ada perlu apa soal keagamaan datang kepada Kyai Ulin Nuha ya ? ” Tutur Habib Anis. Temen itu langsung teringat keingkaran hatinya kepada Kyai Ulin dan sontak teguran Habib Anis itu yang merupakan Kasf agung beliau membuatnya jatuh lemas dan menangis menyesali diri. Dia baru sadar seseorang tidak boleh menilai maqamat orang lain dari penampilan lahiriyahnya saja. Karena itu adalah Sirr , dan sirr tempatnya ada di dalam . Tiada bisa melihat kecuali ahlinya. Laa ya’riful jauhar illal Jauhariy. Tiada mengerti karat derajat mutiara kecuali Tukang Mutiara. Tetapi penulis juga memaknai persaksian Habib Anis tentang Kekiyaian yang sebenarnya dari Mbah Ulin adalah salah satu bukti ketulusan serta keikhlasan Kyai Ulin dalam menjalani hidupnya. Penulis tahu persis karena penulis -alhamdulillah- arbainiyyah penulis dalam bimbingan beliau . Dalam banyak kesempatan , dihadapan ratusan murid – murid Tareqah pun, saat ada yang bertanya tentang satu hukum agama atau masalah tareqah kepada beliau dan tampaknya beliau benar-benar belum mengerti jawabannya, maka tanpa malu beliau akan menjawab ” Kulo dereng mangertos jawabanipun. Insyaallah benjang menawi sampun pikantuk jawaban panjenengan kawula paringi pirsa, saya belum tahu jawabannya . Insyaallah besok kalau saya sudah ketemu jawabannya anda akan saya beri tahu .” Masyallah, seorang mursyid, seorang Kyai besar dihadapan banyak murid tanpa malu mengatakan Laa Adriy, AKU TIDAK TAHU. Penulis ingin bertanya kepada anda, sosok ahli ikhlas semacam beliau ini di zaman sekarang masih ada apa tidak ? Apalagi kyai ataupun para ustadz televisi . Tidak ada yg tidak tahu bagi mereka. Semua pertanyaan pasti di jawab. Bener salah belakangan. Penulis menjadi memahami makna Habib Anis tentang SEBENAR-BENARNYA KYAI ini. Saya teringat cerita sejenis yang hampir ribuan tahun lampau sudah dianggap langka. Cerita tentang Imam Malik ra. Haitsam bin Jumail berkata ” Aku menyaksikan Imam Malik yg di tanya 48 pertanyaan dan dia menjawab untuk 33 pertanyaan tersebut dengan jawaban AKU TIDAK TAHU ..” Imam Malik sendiri berkata ” Sangat penting seorang yang Alim mewariskan kepada para murid dan rekan di sekelilingnya ucapan LAA ADRIY, Aku Tidak Tahu Jawabannya, sampai akhirnya kebiasaan itu menjadi pokok dalam genggaman mereka, sehingga jika ada yang bertanya dengan soal yang tidak diketahui jawabannya maka mereka akan sigap menjawab Aku Tidak Tahu ” Dalam bentuk seperti ini saya memandang Kyai Ageng Hajji Ulin Nuha beberapa tingkat telah mengalahkan Kyai-kyai serta mursyid-mursyid yang lain. Semoga Allah memanjangkan umur beliau dan para Kyai Ageng, para Mursyid yang lain. Tetap dalam kesehatan dan keselamatan sehingga kami semua selalu mendapat limpahan keberkahan mereka semua , Amin. Lahu Al-Faatihah Tamat Penulis Ustadz Muhajir Madad Salim Biografi KH. M. Arwani Amin © Selain dikenal dengan sebutan Kota Kretek, Kudus juga dikenal sebagai Kota Religius atau lebih medasar lagi dikenal dengan sebutan Kota Santri. Pasalnya, banyak di antara santri yang menuntut ilmu di kota yang kharismatik yang menjadi panutan masyarakat sekitar Kudus. Di antara sekian banyak ulama di kota Kudus banyak ulama di kota Kudus yang menjadi tauladan bagi masyarakat adalah beliau al-Maghfurlah KH. M. Arwani Amin. Sekitar lebih 100 meter di sebelah selatan Masjid Menara Kudus, tepatnya di Desa Madureksan, Kerjasan, dulu tersebutlah pasangan keluarga shaleh yang sangat mencintai al-Qur’an. Pasangan keluarga ini adalah KH. Amin Sa’id dan Hj. Wanifah. KH. Amin Sa’id ini sangat dikenal di Kudus kulon terutama di kalangan santri, karena beliau memiliki sebuah toko kitab yang cukup dikenal, yaitu toko kitab al-Amin. Dari hasil berdagang inilah, kehidupan keluarga mereka tercukupi. Yang menarik adalah, meski keduanya H. Amin Sa’id dan istrinya tidak hafal al-Qur’an, namun mereka sangat gemar membaca al-Qur’an. Kegemarannya membaca al-Qur’an ini, hingga dalam seminggu mereka bisa khatam satu kali. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh orang kebanyakan, bahkan oleh orang yang hafal al-Qur’an sekalipun. Kelahiran KH. M. Arwani Amin Said KH. M. Arawani Amin Said dilahirkan pada hari Selasa Kliwon pukul siang tangga l5 Rajab 1323 H bertepatan dengan 5 September 1905 M di kampung Kerjasan Kota Kudus Jawa Tengah. Ayah beliau bernama H. Amin Said dan ibunya bernama Sebenarnya nama asli beliau adalah Arwan, akan tetapi setelah beliau menunaikan ibadah haji yang pertama namanya diganti menjadi Arwani. Dan hingga wafat beliau dikenal memiliki nama lengkap sebagai KH. M. Arawani Amin Said dan panggilan akrabnya adalah Mbah Arwani Kudus. Arwan adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Kakaknya yang pertama seorang perempuan bernama Muzainah. Sementara adik-adiknya secara berurutan adalah Farkhan, Sholikhah, H. Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad Da’in, Ahmad Malikh, I’anah, Ni’mah, Muflikhak dan Ulya. Dari kedua belas ini, ada tiga yang paling menonjol, yaitu Arwan, Farkhan dan Ahmad Da’in, ketiga-tiganya hafal al-Qur’an. Dari sekian saudara KH. M. Arwani Amin, yang dikenal sama-sama menekuni al-Qur’an adalah Farkhan dan Ahmad Da’in. Ahmad Da’in, adiknya Mbah Arwani ini bahkan terkenal jenius, karena beliau sudah hafal al-Qur’an terlebih dahulu daripada Mbah Arwan yakni pada umur 9 tahun. Ia bahkan hafal Hadits Bukhori Muslim dan menguasai Bahasa Arab dan Inggris. Kecerdasan dan kejeniusan Da’in inilah yang menggugah Mbah Arwani dan adiknya Farkhan, terpacu lebih tekun belajar. Arwan kecil hidup di lingkungan yang sangat taat beragama religius. Kakek dari ayahnya adalah salah satu ulama besar di Kudus, yaitu KH. Imam Haramain. Sementara garis nasabnya dari ibu, sampai pada pahlawan nasional yang juga ulama besar Pangeran Dipenegoro yang bernama kecil Raden Mas Ontowiryo. Kehidupan Keluarga KH. M. Arwani Amin Ayahanda Mbah Arwani yaitu H. Amin Said adalah seorang kiyai yang cukup disegani dan dihormati oleh masyarakat disekitar beliau tinggal. Meskipun ayah dan bunda beliau tidak hafal al-Qur’an, namun tempat tinggal beliau dikenal sebagai rumah al-Qur’an, karena setiap pekan mereka selalu mengkhatamkan al-Qur’an. Istri beliau bernama Ibu Nyai Hj. Naqiyul Khud. Beliau menikah pada tahun 1935 M dimana pada saat itu status beliau adalah seorang santri dari pondok pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. Ibu Naqi adalah putri dari H. Abdul Hamid, seorang pedagang kitab. Tokonya sekarang masih ada,bahkan semakin berkembang. Beliau memiliki empat orang anak yaitu Ummi dan Zukhali Uliya meninggal saat masih bayi serta KH. M. A. Ulin Nuha Arwani dan KH. M. A. Ulil Albab Arwani. Masa Menuntut Ilmu KH. M. Arwani Amin Said KH. M. Arwani Amin dan adik-adiknya sejak kecil hanya mengenyam pendidikan di madrasah dan pondok pesantren. Arwani kecil memulai pendidikannya di Madrasah Mu’awanatul Muslimin, Kenepan, sebelah utara Menara Kudus. Beliau masuk di madrasah ini sewaktu berumur 7 tahun. Madrasah ini merupakan madrasah tertua yang ada di Kudus yang didirikan oleh Syarikat Islam SI pada tahun 1912. Salah satu pimpinan madrasah ini di awal-awal didirikannya adalah KH. Abdullah Sajad. Setelah sudah semakin beranjak dewasa, akhirnya memutuskan untuk meneruskan ilmu agama Islam ke berbagai pesantren di tanah Jawa, seperti Solo, Jombang, Jogjakarta dan sebagainya. Dari perjalanannya berkelana dari satu pesantren ke pesantren itu, talah mempertemukannya dengan banyak kiai yang akhirnya menjadi gurunya masyayikh. Adapun sebagian guru yang mendidik KH. M. Arwani Amin diantaranya adalah KH. Abdullah Sajad Kudus, KH. Imam Haramain Kudus, KH. Ridhwan Asnawi Kudus, KH. Hasyim Asy’ari Jombang, KH. Muhammad Manshur Solo, KH. M. Munawir Yogyakarta dan lain-lain. 5. Kepribadian KH. M. Arwani Amin Said Selama berkelana mencari ilmu baik di Kudus maupun di berbagai pondok pesantren yang disinggahinya, KH. M. Arwani Amin dikenal sebagai pribadi yang santun dan cerdas karena kecerdasannya dan sopan santunnya yang halus itulah, maka banyak kiainya yang terpikat. Karena itulah pada saat mondok KH. M. Arwani Amin sering dimintai oleh kiainya membantu mengajar santri-santri lain. Lalu memunculkan rasa sayang di hati para kiainya. Beliau hidup di lingkungan masyarakat santri yang sangat ketat dalam menghayati dan mengamalkan agama. Oleh karena itu wajar saja jika beliau tumbuh menjadi seorang yang memiliki perangai halus, sangat berbakti kepada kedua orang tua, mempunyai solidaritas yang tinggi, rasa setia kawan dan suka mengalah tapi tegas dalam memegang prinsip. Beliau dikaruniai kecerdasan dan minat yang kuat dalam menuntut ilmu. Pada masa remajanya dihabiskan untuk menuntut ilmu mengembara dari pesantren ke pesantren. Tidak kurang dari 39 tahun hidup beliau dihabiskan untuk menuntut ilmu dari kota ke kota yang dimulai dari kotanya sendiri yaitu Kudus. Kemudian dilanjutkan ke Pesantren Jamsaren Solo, Pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta dan diakhiri di Pesantren Popongan Solo. Sekitar tahun 1935, KH. Arwani Amin pun melaksanakan pernikahan dengan salah satu seorang putri Kudus, yang kebetulan cucu dari guru atau kiainya sendiri yaitu KH. Abdullah Sajad. Perempuan sholehah yang disunting oleh beliu adalah ibu Naqiyul Khud. Dari pernikahannya dengan ibu Naqiyul Khud ini, KH. M. Arwani Amin diberi dua putrid dan dua putra. Putri pertama dan kedua beliau adalah Ummi dan Zukhali Ulya, namun kedua putri beliau ini menginggal dunia sewaktu masih bayi. Yang tinggal sampai kini adalah kedua putra beliau yang kelak meneruskan perjuangan KH. M. Arwani Amin dalam mengelola pondok pesantren yang didirikannya. Kedua putra beliau adalah KH. Ulin Nuha Gus Ulin dan KH. Ulil Albab Arwani Gus Bab. Kelak, dalam menahkodai pesantren itu, mereka dibantu oleh KH. Muhammad Manshur. Salah satu khadam KH. M. Arwani Amin yang kemudian dijadikan sebagai anak angkatnya. 6. Perjuangan KH. M. Arwani Amin Said Beliau mengajarkan al-Qur’an pertama kali sekitar tahun 1942 di Masjid Kenepan Kudus yaitu setamat beliau nyantri dari pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. Pada periode ini santri-santri beliau kebanyakan berasal dari luar kota Kudus. Seiring berjalannya waktu sedikit demi sedikit santri beliau semakin bertambah banyak dan bukan hanya dari Kudus dan sekitarnya, tapi ada yang berasal dari luar propinsi bahkan dari luar pulau Jawa. Kemudian beliau membangun sebuah pondok pesantren yang diberi nama Yanbu’ul Qur’an yang berarti Sumber al-Quran. Pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1393 H/1979 M. KH. M. Arwani Amin meninggalkan sebuah kitab yang diberi nama Faidh al-Barakat fi as-Sabi’a Qira’at. Semasa hidupnya beliau juga mengajarkan Thariqat Naqsabandiyah Kholidiah yang pusat kegiatannya bertempat di mesjid Kwanaran. Beliau memilih tempat ini karena suasana di sekeliling cukup sepi dan sejuk. Disamping itu tempatnya dekat perumahan dan sungai Gelis yang airnya jernih untuk membantu penyediaan air untuk para peserta kholwat. KH. M. Arwani amin juga pernah menjadi pimpinan Jam’iyah Ahli ath-Thariqat al-Mu’tabarah yang didirikan oleh para kyai pada tanggal 10 Oktobrr 1957 M. Dan dalam Mu’tamar NU 1979 di Semarang nama tersebut diubah menjadi Jam’iyyah Ahl ath-Thariqat al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah JATMAN. 7. Kelebihan KH. M. Arwani Amin Said KH. M. Arwani Amin dikenal sebagai seorang ulama yang sangat tekun dalam beribadah. Dalam melaksanakan sholat wajib beliau selalu tepat waktu dan senantiasa berjamaah meskipun dalam keadaan sakit. Kebiasaan tersebut sudah beliau jalani sejak berada di pesantren. Sewaktu masih belajar Qiraat Sab’ah pada KH. Munawir di Krapyak yang pelajarannya dimulai pada pukul dinihari sampai menjelang Shubuh beliau sudah siap pada pukul malam. Dan sambil menunggu waktu pelajaran dimulai beliau manfaatkan untuk melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Kebiasaan tersebut tetap berlanjut setelah beliau kembali dan bermukim di Kudus. Biasanya beliau mulai tidur pukul WIB dan bangun pukul WIB. Kemudian dilanjutkan melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Apabila sudah lelah kemudian tidur lagi kira-kira selama satu sampai dua jam kemudian bangun lagi untuk melaksanakan sholat dan dzikir, begitu setiap malamya sehingga bila dikalkulasi beliau hanya tidur dua sampai tiga jam setiap malamnya KH. M. Arwani Amin Said dikenal oleh msyarakat di sekitarnya sebagai seorang ulama yang memiliki kelebihan yang luar biasa. Banyak yang mengatakan bahwa beliau adalah seorang wali,beberapa santrinya mengatakan bahwa Amin memiliki indra keenam dan mengetahui apa yang akan terjadi dan melihat apa yang tidak terlihat. Konon, menurut KH. Sya’roni Ahmadi, kelebihan Mbah Arwani dan saudara-saudaranya adalah berkat orangtuanya yang senang membaca al-Qur’an. Dimana orangtuanya selalu menghatamkan membaca al-Qur’an meski tidak hafal. Selain barokah orantuanya yang cinta kepada al-Qur’an, KH. Arwani Amin sendiri adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Ini dibuktikan dengan perjalanan panjang beliau berkelana ke berbagai daerah untuk mondok, berguru pada ulama-ulama. Selama menjadi santri, Mbah Arwani selalu disenangi para kyai dan teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena kesopanan dan kecerdasannya itu, KH. Hasyim Asy’ari sempat menawarinya akan dijadikan menantu. Namun, Mbah Arwani memohon izin kepada KH. Hasyim Asy’ari bermusyawarah dengan orang tuanya. Dan dengan sangat menyesal, orang tuanya tidak bisa menerima tawaran KH. Hasyim Asy’ari, karena kakek Mbah Arwani KH. Haramain pernah berpesan agar ayahnya berbesanan dengan orang di sekitar Kudus Mbah Arwani menikah dengan Ibu Nyai Naqiyul Khud pada 1935. Bu Naqi adalah puteri dari H. Abdul Hamid bin KH. Abdullah Sajad, yang sebenarnya masih ada hubungan keluarga dengan Mbah Arwani sendiri. 8. Anak Didik KH. M. Arwani Amin Said Ribuan murid telah lahir dari pondok yang dirintis KH. M. Arwani Amin tersebut. Banyak dari mereka yang menjadi ulama dan tokoh. Sebut saja diantara murid-murid KH. M. Arwani Amin yang menjadi ulama adalah 1 KH. Sya’roni Ahmadi Kudus 2 KH. Hisyam Kudus 3 KH. Abdullah Salam Kajen 4 KH. Muhammad Manshur 5 KH. Muharror Ali Blora 6 KH. Najib Abdul Qodir Jogja 7 KH. Nawawi Bantul 8 KH. Marwan Mranggen 9 KH. A. Hafidz Mojokerto 10 KH. Abdullah Umar Semarang 11 KH. Hasan Mangli Magelang 9. KH. M. Arwani Amin Said Berpulang ke Rahmatullah Dengan keharuman namanya dan berbagai pujian dan sanjungan penuh rasa hormat dan ta’dzim atas kealimannya, beliu wafat pada taggal 25 Rabiul Akhir tahun 1415 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober tahun 1994 M dalam usia 92 tahun dalam hitungan Hijriyah. Beliau dimakamkan di komplek Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus.

kyai ulin nuha arwani